Era perkeretaapian di Sumatera Barat dimulai dari pembangunan jalur kereta api Sumatra Staats Spoorwegen (SSS). Pembangunan tersebut dimulai dari Teluk Bayur dengan jalur menuju Padang Panjang ke Bukit Tinggi, dan Padang Panjang ke Sawahlunto. Tahun 1892 jalur kereta sudah mencapai Muara Kalaban, Sawahlunto.
Pembangunan jalur kereta api di Sumatera Barat sebagai sarana pengangkutan batu bara di Ombilin, Sawahlunto menyusul penelitian oleh seorang ahli geologi W.H. de Greeve tahun 1867 yag menemukan kandungan batu bara di Ombilin tahun 1868.
Untuk mencapai tambangan batu bara Sawahlunto dibangun lanjutan jalur kereta api dari stasiun Muara kalaban ke arah utara melalui sebuah terowongan dan jembatan melintasi Sungai Lunto sepanjang 30 meter dan beroperasi mulai 1 Januari 1894 ditandai dengan peresmian Stasiun Sawahlunto.
Sebagai upaya melestarikan Stasiun Sawahlunto, PT Kereta Api Indonesia dan pemerintahan Kota Sawahlunto bekerja sama memanfaatkan Stasiun Sawahlunto sebagai museum. Museum ini diinisiasi oleh MPKAS – Masyarakat Peduli Kereta Api Sumatera Barat yang dengan gigih berjuang selama bertahun-tahun sampai akhirnya maskot Mak Itam dapat dikirim kembali ke Sawahlunto dari Museum Kereta Api Ambarawa. Diantara mereka ada Chaidir Nien Latief, Saafroedin Bahar, Yulnofrins Napilus, ET Hadi Saputra, Yuhefizar, Kurnia Chalik, dan lainnya sehingga Museum Sawahlunto diresmikan tanggal 21 Februari 2009 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Lokomotif Uap bergigi E1060 atau lebih dikenal dengan sebutan “Mak Itam” menjadi maskot utama museum baru ini.
Museum Sawahlunto diusulkan sebagai warisan budaya dunia dunia Unesco. Ruang Museum dapat disewa untuk kegiatan Pameran, Ruang Pertemuan, Pemotretan, Shooting, Pesta Pernikahan, Festival, Bazar, Pentas Seni, Workshop, dan lain lain.